Wednesday, December 3, 2008

TIPS MENDESAIN SEBUAH LOGO."
Penulis:
Yudi Widsman Drahta. seorang pekerja IT dan pengajar di salah satu perguruan tinggi di Surabaya.


Sering kita lihat, baik pada billboard-billboard yang dipajang di jalan raya, ataupun cop surat , atau juga kartu nama, mungkin juga buku, dan masih banyak lagi, sebuah gambar atau symbol yang di kenal dengan istilah “logo” . Mungkin bagi khalayak awam logo tak jauh beda dengan bentuk atau gambar yang berwarna-warni yang menjadi icon sebuah corporate, bentuk usaha, ataupun sebuah produk. Sebenarnya dibalik logo ada banyak unsur yang menyusunnya menjadi sebuah bentuk yang bisa dilihat dan bisa dinikmati seperti itu. Logo merupakan icon yang mewakili sesuatu, yang mampu menjelaskan secara singkat ke khalayak ( penikmat ) serta mampu menanamkan brand image ke dalam memory otak dengan mudah ( mar-king ). Di dalam Logo sendiri ada misi yang diemban untuk sampai ke khalayak, meliputi :


1. Mark-Ing
Sebuah desain logo bisa menjadi mark-ing (mudah diingat), jika ada sebuah bentuk yang diinterpretasikan. Dan untuk melakukan interpretasi ini biasanya seorang desainer menggunakan ?teori analog? untuk mewakili bentuk yang dimaksud. Bentuk yang dimaksud biasanya diambil dari nama sesuatu objek (corporate atau produk) yang dibuat logonya.

Semisal logo corporate ?Redshoe?, maka istilah shoe di sini yang dijadikan sebagai aksentuasi (titik focus)
diwakilkan dengan bentuk sepatu wanita. Dan dominasi logo bisa menggunakan symbol ini.


2. Eye-Catching
Sebuah desain logo akan memiliki nilai lebih jika memiliki unsur eye-catching. Dari sekian banyak gambar yang dipajang, baik di outlet, toko buku, atau tumpukan kartu nama, apakah logo tersebut mampu menarik perhatian lebih dominan dibanding gambar atau bentuk yang lain?

Untuk mampu membuat sebuah desain logo yang eye-catching memang tidak mudah. Ada beberapa hal yang musti dipertimbangkan. Mulai target pasar, karakteristik audience yang dituju, atau media yang akan dipakai, dan sebagainya. Tetapi hal ini bisa dipelajari, dan membutuhkan jam terbang yang tinggi.

Salah satu dari unsur di atas yang membuat sebuah desain memiliki eye-catching adalah konsep bentuk yang unik. Selain bentuk yang mark-ing bentuk yang unik juga menjadi salah satu syarat sebuah desain logo mampu menyita perhatian audience. Ada banyak symbol yang bisa dipakai untuk menginterpretasikan sebuah objek, tetapi dari beberapa pilihan alternatif sebenarnya ada salah satu atau salah dua yang lebih eye-catching. Dari bentuk dasar sebuah desain logo sebenarnya bisa ditambahkan cosmetic ( meminjam istilah fashion ) atau ornamen pendukung, berupa bentuk yang sifatnya sebagai pemanis. Selain itu karena sifatnya cosmetic di sini hanya sebagai pemanis, maka kekuatannya tidak begitu dominan. Bentuk yang dipilih sebagai cosmetic bisa berupa bentuk bulat, persegi, kotak, segitiga, atau sekedar garis lengkung.

Semisal logo corporate ?Redshoe? di atas, dari bentuk dasar sebuah objek image ?sepatu? kita bisa mengolah bentuk dasar tersebut menjadi beberapa pilihan, disesuaikan bagian mana yang ingin di tonjolkan. Atau dengan menambahkan ornament bentuk sebagai cosmeticnya.

3. Trend

Perkembangan logo sedikit banyaknya dipengaruhi oleh trend, seperti layaknya trend di dalam dunia fashion. Trend di sini mewakili apresiasi dinamika dari bentuk logo itu sendiri. Seperti kita ketahui di awal tahun 2000, trend untuk logo yang berkembang adalah bentuk

digital, dimana bentuknya disini lebih banyak diwakili oleh garis dan dot (titik). Hal ini mengacu pada era IT yang berkembang pesat di awal tahun tersebut. Dimana banyak bentuk-bentuk yang mewakili dunia IT menjadi trade mark logo-logo yang lahir pada masa itu. Mulai dari bentuk font sampai konsep efek matrix berpengaruh besar pada proses kelahiran logo-logo.

Trend sebenarnya identik dengan wabah influenza yang menyebar tanpa bisa diketahui asal muasalnya. Saling mempengaruhi dan memiliki masa incubasi. Kadang sifatnya ?circular? atau berulang, dimana konsep lama kembali menjadi trend baru. Banyak faktor yang menyebabkan adanya trend ini, yang semuanya berasal dari external. Bisa karena gejala yang terjadi di sekitar kita, seperti fashion, TV, system, politik, dsb.

Di era tahun 70-an, desain lebih banyak menggunakan bentuk detail untuk menginterpretasikan suatu objek. Desain logo yang ada banyak menggunakan ilustrasi yang sifatnya detil (mendekati aslinya). Mungkin tepatnya aliran naturalis, begitu mempengaruhi konsep desain logo-logo yang lahir pada masa itu. Kemudian pada era tahun 90-an, konsep desain logo berubah ke arah yang lebih simple. Bentuk objek yang detil tidak lagi digunakan untuk menginterpretasikan sebuah logo. Desain yang ada lebih
cenderung minimalis. Dan pada era tahun 2000 perkembangan berubah lebih kompleks lagi selain bentuk juga coloring (tata warna) menjadi sangat minimalis di sini. Warna?warna yang dipakai dalam logo-logo yang lahir di era ini cenderung menggunakan warna-warna
?solid color? dan berkesan minimalis, selain bentuk garis dan dot. Mungkin istilah yang lebih pas untuk ini adalah ?era-Clipart?.

Logo dengan konsep bentuk detil Logo dengan konsep bentuk simple

Dalam menyikapi trend, ada hal yang bisa dipakai sebagai acuan dalam merancang sebuah desain, apakah sebagai ?pengikut trend? ataukah sebagai ?pencipta trend?, atau malah kita tetap solid pada atmosphere khas desain kita. Semua terserah para desainer memposisikan desainnya. Yang pasti trend adalah salah satu bentuk apresiasi dinamika sebuah perkembangan. Selama kita melihatnya sebagai hal yang positif maka kita akan memiliki nilai tambah wawasan dan ide yang lebih luas. Begitu juga sebaliknya, jika kita
melihatnya sebagai penghambat maka kita tidak akan bisa menerima kekurangan desain kita secara lebih proposional.

Friday, November 28, 2008


COVER BUKU - tugas cover Tipografi."
really simply!

DISPLAY doaaank niiih... iseng' ja siiih..
Cover buku judulnya : "CIUMAN"
Hahaaa... ni cover tugas pertama dari mata kuliah Tipografi.. semester 1.,
Ilustrasi umum banget, Ide masih mentah banget, Tipografinya agak sedikit kaku dan standard.."

Hanya ingin terus meregangkan otak dan tangan dalam bercinta dengan komputer grafis dan hanya ingin terus berbuat sesuatu yang belum pernah terlintas dipikiranku."

Thursday, November 27, 2008

MENYIKAPI FENOMENA KOMUNIKASI BELAKANGAN
INI.."

Belakangan ini persoalan komunikasi di media massa menjadi bahan pembicaraan. Dari kritik terhadap iklan yang dianggap kurang sesuai etika, tayangan pornografi dan/atau pornoaksi, hingga kekerasan yang merebak karena sering ditayangkan di televisi. Masih segar dalam ingatan, ketika pelaku mutilasi yang membuang korbannya di bus kota, mengaku bahwa ia mendapat inspirasi untuk melakukan mutilasi dari berita tentang Rian, dari televisi!

Lalu apa komentar para ahli. Pelaku media berkomentar, "Ini kan fenomena yang tidak terjadi secara luas. Pihak media selama ini sudah berusaha mengurangi tayangan kekerasan dengan mengubah format programnya." Ahli kriminolog ikut berkomentar, "Maraknya kasus mutilasi yang pertama kali muncul di Indonesia sejak tahun 1990-an ini dikarenakan efek peniruan (imitation effect). Dengan kata lain, pelaku meniru peristiwa sebelumnya yang dilakukan oleh pelaku lain. Peran media massa pun diyakini tidak urung berpengaruh dalam pola pikir pelaku kejahatan."

Dia mencontohkan, dalam pemberitaan, media massa kerap terlalu detail dalam memberitakan kasus mutilasi bahkan hingga reka ulang yang dilakukan oleh pelaku mutilasi yang tertangkap. Selain mendapat inspirasi dari teknik yang dilakukan pelaku sebelumnya, pemberitaan media massa turut mengajarkan pelaku baru untuk dapat belajar dari kesalahan menghilangkan jejak.

Pendidikan tinggi DKV, entah kenapa tidak sanggup bereaksi. Padahal mereka belajar tentang komunikasi visual. Tentu mereka bisa menjelaskan seberapa besar efek komunikasi visual melalui media massa seperti televisi itu mempengaruhi cara pandang masyarakat. Lebih penting lagi, bagaimana menangkalnya. Tapi coba kita tengok kurikulumnya? Ouuww... sayang sekali. Komunikasi visual yang kita bicarakan itu sudah tereduksi menjadi "Iklan".

Oke lah, tidak perlu yang berkaitan dengan tayangan berita kekerasan. Yang menyangkut iklan sajalah. Seberapa peka institusi pendidikan kita merespon fenomena iklan yang semakin merajalela saja, seolah tumbuh bebas tanpa kawalan? Siapa juga yang harusnya mengawal? PPPI?

Apa ini salah? Apa ini ngawur? Tidak relevan untuk dibicarakan? Atau, apa?

Sunday, November 23, 2008


My Fav Band News

Dalam rangka merayakan kesuksesan platinum untuk debut mereka "Dreaming Out Loud" di tahun 2007, OneRepublic berencana untuk me-remake album tersebut dengan beberapa bonus isi yang cocok di saat liburan. Tapi apa yang dikatakan oleh gitaris Zach Filkins pada billboard.com, band asal Colorado ini sekarang sedang dalam masa seriusnya untuk mendapatkan gelar sarjananya.

"Intinya kami akan memasukkan lagu baru pada deluxe album ini, tapi pada akhirnya kami lebih mendedikasikan lagu tersebut untuk pengerjaan album kedua kami," ujar Zach. "Kami sangat bergairah untuk bisa mengerjakan sesuatu yang baru karena kami sudah sering memainkan lagu-lagu kami selama lima tahun," lanjutnya menanggapi kebosanannya akan tur dengan repertoir yang itu-itu saja.

Pada saat menjalankan turnya di awal tahun ini, band yang sempat singgah ke Jakarta beberapa waktu lalu ini menyatakan terinspirasi dari beberapa lagu yang mereka sempat dengarkan di Jerman dan juga Jepang. "Pada waktu mendengarkan (lagu-lagu tersebut), kami memutuskan mungkin kita harus menyudahi (tur) ini dan mencoba menggunakan kesempatan kami untuk menulis album kedua," ungkap Zach akan gregetnya untuk bisa segera menulis untuk album selanjutnya.

Rencana tetaplah rencana. OneRepublic mungkin baru bisa mengerjakan album kedua mereka selepas tur panjangnya di awal tahun mendatang. Dan mereka berjanji akan segera merilisnya pada pertengahan tahun mendatang. Satu hal yang ditekankan oleh Zach untuk album barunya tersebut kepada fans adalah, "No Goth!". Walau mungkin, pada album ke empat, mereka akan memunculkan nuansa gelap pada albumnya. (ip)



foto: starpulse.com

Monday, September 8, 2008



"New" Prajurit Deskomvisnya ADVY 08
Nama Kelompok "KUAS"
desain tampang nya pada Ordinary., tapi desain kreatifitasnya Extraordinary..!!

"...Bermula dari hari pertama masuk Tekhnikal Welkamp Mhs Baru ADVY 08, tanggal 060908., jem 9'an langsung ngerasa jd Mhs baru lagi terus disuruh foto bareng tim tuk formalitas dari Sang Panitia Welkamp Mhs Baru ADVY 2008. Hmmm... actually sungguh sangat membosankan pada saat - saat seperti itu saat dimana semua mahasiswa baru menjadi objek desain para panitia..

Hahaaa..., Nga kenal bulu' Mhs Baru ADVY 08...
Ada yang Keliatan Bekas Mahasiswa ada juga yang keliatan Interpol nyamar jadi mahasiswa.. HAHAAAAHAA!!! udah gitu mereka pun juga ikutan dijadiin objek kerjaan panitia Welkamp yang notabene angkatan 2007! GOkiLL nga Tuuh..!!! HAAAHaaaa ( hmm.. si penulis juga terbilang tua' angkatan 2005 cuuy ).

back to the creative idea..."
ngomongin ide kreatif sama dengan kita ngomongin masa depan yang kita create sendiri dan terlahir dari diri atau otak kita sendiri yang kemudian diolah dengan aktifitas - aktifitas kita seharian. Ide itu bahan baku, kreativitas itu cara memasak! Maka, tanpa kreativitas, ide menjadi sekadar bahan baku yang mati. Ide dan kreatifitas mirip dua sisi dari mata uang yang sama. Dibolak-balik ya namanya tetap saja mata uang. Plato menyebutnya 'dunia ide' dan 'dunia ide' itu akan bermanfaat bagi kehidupan kalau sudah berinteraksi dan bersinergi dengan dunia nyata; dunia yang dihadapi manusia sehari - hari.

Nah! Bisnis adalah dunia nyata. Banyak orang yang mengira bisnis tidak ada kaitan langsung dengan "dunia ide." Sudah pasti pandangan itu keliru!

..Petakumpet ( Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang creative idea atau bekerja dan berkreatifitas dalam segala sesuatu dengan akar ide-ide kreatif ) adalah bukti bersinerginya antara ide, kreatifitas dan dunia nyata. Yang dinamakeun... : Bisnis Ide!

Sinergi itu juga menjawab tantangan marketing 3.0 marketing era budaya dan kreativitas. Itulah kredo yang patut dicamkan dan dikembangkan masyarakat marketing dan advertising sampai tahun 2025.

Meminjam istilah Jack Trout "differentiate or die," maka kredo marketing-advertsing masa kini adalah : "creative or die!" Tinggal pilih, mau kreatif untuk kemudian berkembang maju atau mau mati! Sederhana 'kan?

..Petakumpet menjawab tantangan itu bukan dengan pernyataan, wacana, apalagi omong kosong. Jawaban itu bernama bisnis ide, bisnis yang menggunakan ide dan kreatifitas sebagai komoditas utama.

Bisnis ide, tentu tidak sekadar menjual produk atau servis. Lebih dari itu, menjual ide dan kreativitas. Intangible banget ya? Pasti! Karena dunia masa kini memang makin Intangible. Makin maya, makin tak teraba.

Hanya orang-orang yang mampu merengkuh yang maya dan tak teraba itulah yang bisa muncul sebagai pemenang di era persaingan yang makin bengis sekarang ini. Sudah bengis, sadis lagi! HAHAAAA...! Tatuuuut!!!

Tak bisa dibayangkan "Jualan Ide Segar" yang benar-benar segar akan dapat membangun / menghasilkan miliaran rupiah tanpa modal. ..SUMPEH LOH!!!..

Dalam perspektif Descartes, orang-orang yang malas berfikir adalah orang-orang yang hidup antara ada dan tiada; "hidup enggan, mati tak mau."

Maka, berfikirlah agar anda tetap ada! Resep Mujarabnya? Ya sering baca buku.


[writer by, Riristanto Dwiputra.]
Student's. Visual Communication Design at Academy Design Visi Yogyakarta.

Thank's.

Monday, September 1, 2008



Manajemen Mood

writer say it..,

Kalau sedang mood, kita bisa seharian nongkrong di depan monitor, mengutak-atik desain dalam keasyikan. Dan hebatnya, mood yang bagus akan membuat output kreatif kita benar-benar bagus bahkan kadang lebih bagus dari yang diharapkan. Mood ini sangat diperlukan untuk menghasilkan karya yang di atas standar, yang bukan asal jadi. Tapi datangnya mood sering tidak terduga. Dalam situasi tertentu, mood bahkan menguap hilang selama berhari-hari meninggalkan kita dalam dalam kebuntuan ide.

Saya punya pengalaman buruk menyangkut manajemen mood. Saya pernah gagal mengisi rubrik Salvo di edisi 4 Blank! magazine (alm.) gara-gara ide yang macet meskipun telah nongkrong di depan komputer dan baca buku macem-macem, seminggu penuh. Saya tidak tahu harus diapakan seluruh bahan yang sudah terkumpul itu. Pada detik terakhir deadline, akhirnya saya menyerah dan rubrik tetap itupun sukses tergusur artikel yang lain.


Satu lagi ketika menyiapkan tulisan ini, lama sekali saya memikirkan tulisan yang pas sampai kemarin malam saya masih belum tahu mau nulis apaan. Apalagi mikirin ilustrasinya mau pake apa. Barulah menjelang deadline, saya dipaksa oleh kondisi waktu yang tinggal sedikit itu sedemikian rupa sehingga katup yang membuatnya buntu tiba-tiba jebol tanpa saya tahu bagaimana prosesnya. It’s just happened. Saya cuma tahu dari bukti otentiknya: tulisan ini bisa tersaji di hadapan Anda sekalian.

Nah, saya yakin mereka yang mengaku (atau tidak mengaku) dirinya kreatif pernah mengalami kebuntuan semacam itu, seperti pengarang yang kehilangan kata atau pelukis yang kehilangan imajinasi warna. Bagaimana mengatasinya?

Yang harus saya ingatkan sebelumnya adalah, mood tidak bisa didatangkan serta merta kapanpun ia dibutuhkan. Yang bisa kita lakukan adalah menciptakan kondisi-kondisi dimana mood itu mudah muncul untuk selanjutnya bisa menghidupkan élan kreativitas kita. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan, diantaranya:

Menentukan Tujuan yang Jelas

Dalam memecahkan masalah, akan lebih simple jika kita memahami batasan-batasannya. Sehingga kita tidak berfikir terlalu luas. Kita bisa berfokus pada upaya problem solving jika tujuan yang akan kita capai jelas. Tujuan itu akan memandu otak kita secara sadar maupun tak sadar untuk mencari jalan keluar atas permasalahan yang kita hadapi. Ide atau solusi akan datang seperti sebuah cahaya yang menerobos lubang kecil dalam sebuah ruang yang gelap. “Eureka!” kata Archimedes.

Menyelesaikan Pekerjaan Sampai Tuntas

Penyakit yang bisa menimbulkan kebuntuan ide adalah kebiasaan menunda-menunda pekerjaan. Atau melaksanakannya setengah-setengah. Terutama jika ada beberapa pekerjaan yang sedang kita laksanakan bersamaan. Tanpa prioritas yang tepat, ini semua akan menjadi beban yang menghalangi otak berpikir jernih sehingga kebingungan mana yang harus diselesaikan lebih dahulu. Semakin banyak pekerjaan yang bisa kita tuntaskan sesuai sesuai jadual, semakin ringan beban otak kita dan mood-pun akan lebih sering muncul. Menunda pekerjaan, no way!

Menciptakan Atmosfir Kreatif

Penting juga untuk menciptakan suasana kerja dan lingkungan yang kondusif agar mood bisa sering datang. Atmosfir kreatif itu akan membuat fisik dan psikis kita menjadi nyaman dan tidak tertekan. Ada yang mengatakan bahwa ruang kerja yang berantakan menandakan seseorang itu kreatif. Saya tidak menyalahkan penilaian tersebut, asalkan penghuni ruangan itu tidak mengalami kesulitan ketika mencari ballpoint, macbook atau halaman buku tertentu akibat banyaknya barang lain yang berserakan.

Karena kebersihan dan kerapian tempat kerja akan sangat berguna untuk merangsang otak kita menata file informasi di dalamnya sehingga mudah diakses kapanpun kita butuhkan. Karena rapid an teratur, tempatnya jadi mudah dilacak. Analoginya hampir sama dengan harddisk yang sering di-defrag dengan yang tidak.

Berfikir Berbeda

Berhubungan dengan ruangan yang bersih dan tertata, tidak ada salahnya juga pada suatu ketika sengaja dibikin berantakan jika telah mulai menimbulkan kebosanan. Ruangan tersebut bisa ditata ulang dengan cara yang berbeda, untuk menumbuhkan tunas mood yang baru. Manusia kreatif adalah makhluk yang dinamis, yang tidak begitu nyaman dengan rutinitas yang itu-itu saja.

Sekali waktu, pergilah ke tempat yang belum pernah dikunjungi, saksikan film-film indie dari Afrika atau Italia (yang non Hollywood), duduk sendirian di tengah lapangan sepak bola, berbicara dengan orang asing, tidur di kamar mandi, avonturir dari kota ke kota lain tanpa bekal, dan lain sebagainya. Agak aneh mungkin buat orang kebanyakan, tapi hal-hal seperti ini akan menyegarkan otak kita dengan, serta melatihnya untuk melihat sesuatu dengan perspektif yang berbeda.

Saya menonton film Jerry Maguire-nya Tom Cruise sekitar sepuluh kali. Ada banyak adegan, perkataan atau ekspresi wajah unik yang terlewatkan ketika saya baru menontonnya pertama kali. Saya bisa menemukan ‘keindahan’ itu setelah menontonnya berkali-kali. Dan memikirkannya dengan cara yang berbeda.

Berani Gagal

Tidak semua gagasan kreatif bisa diwujudkan dengan baik. Kegagalan adalah hal yang manusiawi dan dapat menjadi pelajaran terbaik. Dibutuhkan toleransi yang cukup atas kegagalan sehingga kita bisa mencapai kesuksesan di kesempatan berikutnya. Kegagalan tidak menjadi persoalan yang besar, selama kita telah melaksanakan yang terbaik semampu kita.

Bill Gates (Chairman Microsoft Corp.) pernah mengatakan: When you’re failing, you’re forced to creative, to dig deep and think hard, night and day. Every company needs people who have been trough that, who have made mistakes and then made their mistakes as a great lesson to be better. Jika engkau gagal, engkau akan dipaksa untuk jadi kreatif, untuk menggali lebih dalam dan berfikir lebih keras, siang dan malam. Setiap perusahaan membutuhkan orang-orang yang pernah gagal, yang membuat kesalahan dan menggunakan kesalahannya itu sebagai pelajaran terbesar untuk jadi lebih baik.

[sumber : http://jualanidesegar.blogspot.com]
(Dikutip dari Bab 3 Buku Jualan Ide Segar).
Laskar Pelangi Jadi Film Lebaran 2008.

Setelah sukses menjadi novel best seller dengan penjualan lebih dari 500.000 eksemplar, kini Laskar Pelangi yang telah diangkat ke layar lebar oleh Miles Films bekerjasama dengan Mizan Cinema Productions, "B" Edutainment dan Iluni UI akan siap ditayangkan untuk konsumsi mengisi libur lebaran tahun ini. Dengan dimainkan oleh bintang papan atas macam Tora Sudiro, Lukman Sardi, Ikranegara, Mathias Muchus, Robby Tumewu, dan Jajang C. Noer, film ini potensial menjadi salah satu kontender laris sebagai film lebaran tahun ini.

Film yang telah menjalani proses syuting sejak 25 Mei 2008 ini adalah sebuah kisah sekelompok pemuda Belitong yang berjuang untuk pendidikan di tengah kekurangan mereka pada medio tahun 80-an. Ide pembuatan film ini sendiri berawal dari rasa kagum Mira Lesmana dan Riri Riza selaku Produser dan Sutradara film ini terhadap buku karya Andrea Hirata yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2004 lalu. "Buku Laskar Pelangi sanggup membuat kita tiba-tiba merasa bangga jadi orang Indonesia dan memompa semangat serta optimisme kebangsaan, dengan hadirnya karakter Laskar Pelangi, Ibu Muslimah dan Bapak Harfan!" ujar Mira Lesmana dalam satu kesempatan.

Riri Riza sendiri mengatakan, "Laskar Pelangi memiliki cerita yang unik dan penuh dinamika dengan hadirnya 10 pemuda kampung dengan karakter yang sangat kuat dan seorang guru yang mempunyai cita-cita besar dan luhur. Dan Andrea Hirata adalah faktor yang sangat penting kenapa kami ingin memfilmkan buku Laskar Pelangi ini. Saat pertama kali ketemu dengan Andrea, ada antusiasme yang terlihat di dirinya. Bertemu Andrea Hirata seperti melihat matahari yang bersinar keras sekali dan sangat inspiring!", kata sutradara berkacamata ini.

"Ada beberapa alasan kenapa saya rela untuk menyerahkan cerita Laskar Pelangi ini kepada Mira Lesmana dan Riri Riza. Pertama, Mira dan Riri adalah dua sineas yang memiliki integritas, yang tidak semata melihat keinginan pasar dalam membuat karyanya. Kedua, Mira dan Riri mempunyai talent yang langka dalam membuat sebuah karya seni. Mereka bisa membuat film box office, tapi juga tetap bermutu. Dan setelah lama bergaul dengan mereka, saya semakin yakin kalau kedua sineas ini mempunyai indra keenam dalam membuat sebuah karya dan mempunyai perspektif yang unik" ungkap Andrea satu ketika.

Setelah melewati proses pertemuan dan diskusi dengan sang penulis selama satu tahun, akhirnya pada Juli - Desember 2007, proses penulisan skenario yang ditulis oleh Salman Aristo, dibantu oleh Riri Riza dan Mira Lesmana pun dimulai. Dan persiapan produksi pun sudah dilakukan sejak Juli 2007 lalu dengan melakukan proses penulisan skenario, survey lokasi, serta casting para pemain Laskar Pelangi. "Dalam proses pembuatan film ini hampir 100% pengambilan gambar dan syuting dilakukan di Belitong. Dan satu hal yang cukup istimewa di film ini, 12 orang pemain, 10 Laskar Pelangi dengan dua karakter pelengkap yang memerankan Flo dan A Ling, semuanya asli dari Belitong!" cerita Mira dengan antusias.

Seperti apa film yang berkisah tentang pemuda kampung di kawasan terpencil Belitong ini?menurut rencana film ini akan beredar menjelang liburan Lebaran tahun ini. Jadi kita tunggu saja, apakah filmnya akan selaris novelnya?(wal)

Foto: miles films

Budiman Hakim,

Executive Creative Director MACS 909
Penulis Buku Terlaris Lanturan Tapi Relevan & Ngobrolin Iklan Yuk!

Ide Itu Milik Semua Orang. Janganlah mencurigai bahwa Arief Budiman sedang berpromosi tentang dirinya atau lagi jual kecap tentang Petakumpetnya. Dari namanya saja kita tau bahwa pengarang buku ini adalah seorang yang Arief dan Budiman. Dan sebagai penyandang nama yang sama, Budiman, saya yakin sekali bahwa apa yang disampaikannya dalam buku ini adalah sesuatu keinginan berbagi yang tulus kepada kita semua yang tertarik pada dunia advertising dengan segala seluk beluknya.

Menggunakan pengalaman sendiri sebagai ilustrasi adalah cara yang paling jujur dan bisa dipercaya. Karena pengarang menjalani sendiri semua perjalanan usahanya bersama Petakumpet hingga sukses seperti sekarang ini. Saya pun setiap kali mengadakan seminar atau workshop hampir selalu menampilkan contoh-contoh yang dibuat oleh perusahaan saya. Kenapa? Karena saya sangat mengerti secara detil pembuatan iklan itu, dari brief, strategi sampai proses penggalian ide dan akhirnya tayang di media. Coba kalau saya memakai contoh iklan yang dibuat oleh Ogilvy Mumbai? Apakah saya berani bercerita bagaimana proses idenya terlahir? Sok tau banget kan?

Buku ini seharusnya menyadarkan pembacanya bahwa Tuhan itu maha adil. Ide tidak hanya Dia berikan pada orang-orang pintar, tidak hanya dikasih ke para sarjana, tidak hanya ditawarkan ke orang kaya. Semua orang diberkahi oleh Tuhan dengan ide. Persoalannya adalah bagaimana kita membuat diri cukup peka untuk melihat ide itu. Kemampuan itulah yang harus selalu kita asah. Setelah ide itu diperoleh, kita perlu memikirkan bagaimana meramu ide itu sesuai dengan keinginan klien kemudian menjualnya dengan mahal. Kalau kita cukup peka? Wah bersiap-siaplah menjadi orang kaya.

Seorang teman saya pernah berkata ‘Einstein yang jenius itu ternyata belum menggunakan separuh dari kemampuan otaknya.’ Nah loh? Kalau Einstein aja baru segitu, baru berapa persenkah kita memanfaatkan otak kita?

Arief Budiman telah memaparkan pengalamannya di buku ini. Banyak yang telah diperolehnya tapi lebih banyak lagi yang masih dikejarnya. Orang pintar sering mengatakan ‘Belajarlah dari pengalaman’. Sementara orang cerdas selalu mempercayai ‘Belajarlah dari pengalaman orang lain.’

Dan kesempatan itu sudah terbuka bukan?

[sumber : //jualanidesegar.blogspot.com]
(Image Om BUd minjem dari http://www.macs909.com/mac909site/master.html)

Thursday, August 21, 2008

No Line Advertising

Beberapa minggu yang lalu acara dosen tamu Deskomvis ADVY yang kali ini diisi oleh Alumnus ADVY, Roy Umboh (Art Director CCHQ) dan Budi Utama (Designer Lowe Design) tampak lebih meriah dari biasanya. Barangkali karena dosen tamunya masih muda dan yang jelas mereka jebolan ADVY so… adik-adik kelas yang kebetulan jadi peserta trus tambah pede dan sueneng…. Karena kakak kelasnya ada yang survive di Jakarta dan karya-karyanya diperhitungkan (....).

Saya belum sempat catat dan menyiman file powerpoinnya kecuali punyaknya Roy. Tapi banyak dari apa yang disampaikan Budi Utama melekat kuat di benak saya. Maaf kalo ternyata disana sini ada yang nglupas trus jatuh… hehehehe.

Perkembangan dunia periklanan dewasa ini semakin lama semakin meninggalkan pakemnya. Tuntutan kecepatan dan kejelian marketing serta penempatan media yang jitu menjadi tuntutan dan seolah menjadikan "inovasi" sebagai penentu berhasil atau tidaknya sebuah pemasaran. Saya ingat sewaktu ngobrol dengan seorang CEO lembaga zakat terbesar di Indonesia mengatakan: “Yang namanya marketing sekarang ini harus punya daya gebrak dan selalu inovatif, kalau nggak gitu… nggak usah melakukan aktifitas marketing”. Segala lini dalam periklanan seolah carut marut dengan ide yang dikembangkan sehingga pasar semakin kompleks dengan brand-brand (baik baru maupun lama) yang sangat menyita energy dan pikiran. Kedepan akan nampak… mana brand yang konsisten dengan kreatifitas marketingnya… mana yang tidak, brand mana yang mencolok dan menyita perhatian … mana yang membosankan. Pasar akan melihat dengan sendirinya… dan semacam hukum alam yang nantinya akan mengujinya. Seperti kita tahu, kehandalan jasa, kualitas produk sudah tidak lagi hal yang mudah untuk dijual karena semua brand juga menawarkan hal yang sama... betul apa yang dikatakan Hermawan Kertajaya; Positioning Differensiation and Brand menjadi tika kata yag mesti dikuliti sedetil mungkin sebagai pembeda.

Melihat kondisi diatas, Frank Jeffkins yang sebelumnya telah mengelompokkan media berdasarkan atas ciri-ciri fisik serta fungsinya lambat laun akan sirna. Above the Line dan Bellow the Line (ATL/BTL) yang tadinya digunakan Frank untuk melakukan pemetaan media dan memudahkan P&G (Procter & Gamble) untuk berpromosi sejak ditemukannya cara itu (1968). Namun sekarang ATL/BTL sudah tidak lagi Media Lini atas (yang membayar media, dengan jangkauan luas) dan Media Lini Bawah (yang lebih personal, dengan jangkauan terbatas) tapi lebih pada ATL (thematic) dan BTL (tactical). ATL bukan lagi khusus berbicara strategy di TVC, radio, billboard, baliho. BTL tidak lagi hanya berbicara media poster, direct mail, brosur, dan sejenisnya. Tapi lebih dari itu semua ATL dan BTL sebagai sebuah strategy baru dalam pendekatan brand marketing yang terintegrasi yang mendobrak pasar dengan pendekatan thematic, yaitu menjadikan sebuah brand “market leader” dengan pendekatan long therm advertising atau bersifat jangka panjang dan bertujuan meningkatkan brand image dengan hitungan waktu tertentu. Sedang media yang digunakan… TVC, radio, billboard tidak menutup kemungkinan menggunakan juga brosur, direct mail dan sejenisnya. Dalam melihat media suda tidak lagi melihat apakah ATL atau BTL… semua bisa dipakai termasuk dengan penggunaan internet marketing, unconventional media atau ambient media. Bahasa verbal maupun visual yang digunakan lebih bersifat umum dan tidak terlalu mengarah pada penjualan yang menuntut “call to action” secara langsung.

Sedangkan tactical diartikan sebagai strategy mendobrak pasar dengan aksi-aksi yang lebih cenderung melibatkan target audience atau dengan bahasa yang lebih sering dipakai adalah melakukan “brand activation” dan inilah trough the line advertising (TTL). Seorang temen pernah bilang…”Kalo loe dah bikin brand yang kamu iklanin bisa jadi top of mind… contohnya A Mild… target paham iklannya … seneng… tapi ketika dia pergi ke toko or warung yang dibeli LA Light… gubrak kan? Makanya A Mild bikin Soundrenaline… A Mild Live… A Mild billyard dan lain-lain agar target merasa terlibat dengan aktivitas yang tentu saja mereka sukai dan harapannya ada call to action terhadap brand tersebut”. Sementara… penggunaan medianya tetap sebebas thematic… bisa menggunakan TV, radio, poster, brosur, billboard, ambient, pameran, event, dll. Secara aktifitas lebih melibatkan, dan target merasa happy dengan inovasi iklannya… tidak merasa dipaksa dan secara sukarela terlibat… contoh aktifitas Sprite beberapa waktu lalu yang digawangi Lowe Design Indonesia. Mulai dari menyewa Ahmad Dani untuk menggubah lagu… dan nge hits ternyata… judulnya “Bebaskan” yang dia nyanyikan dengan Chyntia Sari serta beberapa lagu yang dikemas menjadi satu album. Trus videoclipnya yang di placement atas nama videoclip… bukan TVC… selama tiga menit… hebat. Tidak berhenti sampai disitu… mereka bikin event nyanyi lagu popdut atau pop ndangdut berupa audisi dan bla bla bla… seperti audisi music lainnya tapi dikemas dengan lebih cantik. Ada roadshownya… ada siaran live nya… bikin promo event nya dengan media yang sangat komplit dan terintegrasi.

Munculnya brand-brand baru di Indonesia memicu advertising agency untuk selalu putar otak mencari format-format baru dalam beriklan. Masing-masing menginginkan agar brand nya menjadi market leader… semua punya keinginan agar brandnya bisa menjadi top of mind. Tapi…

“Top of mind tidak ada artinya apabila tidak ada call to action yang bisa menghantarkan sebuah brand menjadi market leader, market leader tidak ada artinya apabila tidak ada kontiyuitas, dan semuanya tidak ada artinya apabila sebuah brand tidak memiliki image yang bagus dibenak konsumen”


Desain Grafis Itu Ngga Bikin Bosen


Desainer grafis telah menjadi profesi yang banyak dicita-citakan anak muda sekarang. Tidak mengherankan karena dunia desain grafis memang sangat menyenangkan. Bagaimana sebenarnya profesi desainer grafis itu, Ahmad Munif dari Simpang5 mewawancarai Nurista Budi Utami, lulusan Deskomvis-ADVY (Akademi Design Grafis Yogjakarta) dan bekerja sebagai desainer grafis di salah satu majalah cewek di Semarang.

Bisa ceritakan bagaimana awalnya Anda memilih dunia design grafis sebagai pekerjaan Anda?
Awalnya hanyalah hobby mengutak atik gambar, ilustrasi dan mengagumi desain-desain yang menurutku itu seni. Kebetulan waktu sekolah dan kuliah dapat jurusan desain grafis juga. Ya, ibarat kata udah terlanjur basah, mandi aja sekalian. So, sampai sekarang deh berkecimpung di bidang desain grafis.

Tentu banyak suka duka bekerja sebagai desainer grafis, bisa ceritakan bagaimana suka dukanya?
Wah, kalau dibilang suka atau dukanya 50-50 kali ya. Sukanya sih karena desain grafis itu ngga bikin bosen. Kita bisa mengembangkan kreatifitas sesuai dengan tren desain yang lagi in. Dan pada dasarnya desain grafis itu menyenangkan jadi ngga merasa menjadi beban pekerjaan, tapi lebih ke permainan gambar, warna, letak, dan keseimbangan yang diolah, sehingga menjadi sesuatu yang punya nilai plus tersendiri untuk menyampaikan pesan pada yang melihatnya. Dan yang terpenting adalah kepuasan konsumen dengan hasil karya sang desainer. Kalau dukanya, deadline dan revisi yang memakan banyak waktu. Karena sebenarnya dengan keterbatasan waktu desain menjadi tidak maksimal.

Dunia desain grafis terus berkembang pesat, apakah Anda mengikuti perkembanganya, baik teknologi maupun seninya? Terus dari mana saja Anda mengikuti perkembangannya?
Tentu saja saya selalu mengikuti perkembangan desain grafis, baik teknologi maupun seninya. Karena bagaimanapun juga desain grafis akan selalu berkembang seiring perkembangan jaman. Apalagi pekerjaan saya di majalah menuntut untuk selalu fresh dan up to date dengan style design keinginan anak jaman sekarang. Biasanya Concept Magazine, Blank Magazine bagus juga buat mancari inspirasi desain. Atau Girl’s Magazine seperti Gogirl, Herworld, Teen Vouge, dan majalah sejenis lainnya, bisa juga jadi referensi desain untuk pekerjaan saya di majalah cewek. Banyak pula website yang mengangkat soal desain grafis, misalnya DevianArt. Selain itu, saya juga mengikuti seminar dan workshop desain untuk menambah ilmu desain grafis.

Perangkat apa saja yang Anda miliki untuk menunjang pekerjaan Anda sebagai seorang desainer grafis, apakah Anda juga meng-update perangkat yang Anda miliki mengikuti perkembangan kebutuhan pekerjaan Anda?
Perangkat desain sih standar saja, tapi untuk mendukung pekerjaan aku selalu meng-update perangkat dengan software-software terbaru untuk menunjang pekerjaan sebagai desain grafis agar tidak monoton dan ketinggalan jaman.

Bagaimana prospek ke depan profesi desain grafis di Semarang?
Prospek ke depan profesi desain grafis pastinya sangatlah bagus. Perusahaan besar maupun wiraswasta banyak yang membutuhkan SDM di bidang desain grafis. Banyak pula peminat desain grafis di Semarang. Hanya saja tergantung dari kemampuan masing-masing orang, intinya sebagai desainer grafis harus bisa mengikuti perkembangan desain grafis sesuai dengan kemajuan jaman. Dengan banyaknya persaingan desain diharapkan dapat meningkatkan kreatifitas para desainer grafis untuk berlomba-lomba menghasilkan desain yang original dan up to date. Maka kualitas dari desain grafis tetap dapat dipertahankan sehingga bisa semakin maju dan berkembang.

So, Make ur creativity right NOW!!

ADVY dapat dua finalis


Penjurian Pinasthika 2008 kali ini memang dahsyat. Standart penjuriannya sangat tinggi. Target siapapun juara untuk bisa bersaing dalam Citra Pariwara tampaknya menjadi perhatian juri. Ini bisa dilihat dari kategori-kategori yang dibacakan MC di awarding night 2 Agustus lalu. Sebagian besarnya "no winner". So... dengan positif thingking, siapapun pemenangnya boleh bangga. Termasuk untuk gelar finalis. Akan sulit bagi siapapun agencynya untuk bisa menembus finalis... apalagi untuk mendapatkan metal.

Giliran ADVY, untuk tahun ini mendapat 2 gelar. Finalis Poster kategori Graphic Design Award, dan finalis Baskara kategori materi iklan penunjang (brosur). Dalam kesempatan ini tim promosi ADVY mengucapkan terimakasih buat Mario Diaz (ilustrator) dan Reiga (Graphic Design) yang udah eksekusi media promo yang 'ciamik' untuk kita. Memang kali ini belum dapet metal, tapi pujian banyak datang dari para juri. Keep fight ya.... tetaplah bikin karya-karya bagus agar dunia ini lebih indah... selamat!!!

"Bangga ga tuh jd nak advy..." ngga snior ngga yunior handal smua'.. Digital Handal Manual Handal."


Monday, June 2, 2008

Melukis Abstrak Dengan Fotografi

Teks oleh Argus Firmansah*

Fotografi adalah karya seni seperti halnya lukisan.

Pecinta fotografi Indonesia mendapat suguhan apresiasi seni fotografi dari fotografer Jepang, yaitu Eikoh Hosoe, Hiroshi Sugitomo, Miho Akioka, Miyuki Ichikawa, Akiko Sugiyama, Chie Yasuda, Kazuo katase, Hiroko Inoue, Tomoko Yoneda, Tomoaki Ishihara, Michihiro Shimabuku. Mereka menyajikan seni fotografi dari berbagai teknik mengekspos objek foto yang dibumbui konsep sajian yang sangat sederhana namun membuka cakrawala seni fotografi. Karya-karya yang disajikan oleh para fotografer jepang itu membuka diskursus seni fotografi kontemporer yang dilatarbelakangi oleh kepekaan para fotografer terhadap entitas alam sekitar.
counter-photography-japan-artists-today_argus-bandung-07.jpg

Masing-masing fotografer membuat konsep estetika yang berlainan dan dilakukan dengan intensitas yang sangat tinggi pada karyanya. Rincian objek foto yang dicetak dengan kertas khusus memberikan kepuasan estetika yang maksimal. Begitu pula dengan pengolahan image-nya yang dapat dikatakan tidak main-main dengan hasil bidikannya. Dari karya-karya yang disajikan di dalam pameran Counter-Photography, Japan’s Artist Today terlihat perhitungan yang matang dan penyusunan konsep fotografi yang jelas terukur, sehingga hasil yang ditampilkannya pun sesuai dengan bahasa keindahan masing-masing fotografer.
Eikoh Hosoe, fotografer Jepang berusia 75 tahun, lulusan Tokyo College of Photography tahun 1954, menyajikan seni fotografi berseri sebanyak enam frame foto berjudul “Embrace” (pelukan). Keintiman tubuh manusia disajikan dengan bahasa halus dan substansial melalui warna dwi tunggal, hitam dan putih. Gradasi warna putih yang dominan yang menyerempet ke hitam melewati abu-abu. “Embrace” memberi citraan pada rasa tubuh yang milik saya, kamu, dan semua.

Karya Eikoh Hoseo itu membawa kita pada ruang penyadaran bahwa tubuh kita adalah keindahan itu sendiri. Tubuh laki-laki dan tubuh perempuan pada titik dari garis yang menggurat kertas Gelatin Print Paper hingga membentuk sebuah esensi kehidupan oleh kepakaan fotografis Eikoh Hosoe. Kamera Hosoe tidak menangkap sebuah sudut pandang yang dominan dari tubuh, sehingga karyanya tidak mengesankan sebuah manipulasi fotografik pada ketelanjangan atau esensi jenis kelamin yang berbeda.
Kemudian tiga buah foto blur atau tidak fokus karya Hiroshi Sugimoto dengan nuansa arsitektur terpajang di dinding pintu masuk ruang pamer pertama yang diberi judul “Chapel de Notre Dame du Haut, Le Corbusier” yang dibuat pada tahun 1998.

Kecenderungan terhadap bentuk lukisan abstrak sangat menonjol pada foto-foto yang dipamerkan. Seni fotografi karya Hiroshi Sugimoto berkarakter gaya arsitektur. Objek fotonya adalah arsitektur gereja Chapel de Notre Dame du Haut, Le Corbusier dan Pasific Design Center, Cesar Pelli. Teknik fotografi blur atau samar dilihat dari segi seni sehingga foto yang samar itu memiliki kekuatan pictorial yang kuat. Tentunya dengan pengolahan kertas cetak foto karyanya menjadi intens, hasil dari pengolahan kreativitas fotografi yang serius.

Foto-foto itu adalah hasil karya seni fotografi dari sejumlah fotografer asal negeri Sakura – Jepang – yang berkolaborasi dalam sebuah sajian bersama berjudul Counter-Photography, Japan’s Artist Today yang digelar dalam sebuah pameran foto di Galeri Selasar Sunaryo Arts Space, Bandung, dari tanggal 18 Januari – 10 Februari 2008.
Para pecinta seni fotografi dapat menimba ilmu fotografi melalui karya yang cenderung melukiskan abstraksi secara rinci dan akurat dari sebuah hasil jepretan kamera foto. Sajian pameran memang nampak biasa saja.

Sebuah pameran seni fotografi dengan berbagai medium cetak dan teknik pengolahan hasil fotografi yang dijepret oleh para fotografer senior dari Jepang itu. Karya estetis itu dicetak pada kertas Gelatin Silver Print, Hemp Paper, Type-C Print, Crystal Print dan kertas Type-R, juga medium Museum Board.
Jika satu per satu dilihat dengan seksama. Muncullah beragam tafsir terhadap karya-karya yang disajikan dalam pameran seni fotografi tersebut. Betapa tidak, karya seni fotografi yang disajikan dalam Counter-Photography, Japan’s Artist Today itu mengundang rasa penasaran bagi para tukang jepret yang datang melihat pameran tersebut. Teknik fotografi yang sederhana itu berhasil tampil luar biasa dengan pengolahan potensi estetika yang dieksplorasi dengan leluasa.
Melukis dengan cahaya adalah kata kunci sebuah karya seni fotografi. Konsep ini dengan tegas disajikan oleh Miho Akioka melalui seri karyanya yang berjudul “Light in Sway”. Bidang-bidang yang dibentuk oleh pergumulan titik putih yang bergradasi dengan warna biru langit memberinya karakter kuat dalam tema foto abstrak di atas kertas Hemp. Garis-garis cahaya yang ter-capture oleh kamera Miho Akioka memberi karakter kuat pada bentuk lukisan abstrak kontemporer di dunia. Namun demikian langit sebagai entitas makro kosmos tetap menjadi objek yang didekati olehnya.

Yang paling menonjol dalam pameran Counter-Photography, Japan’s Artist Today itu adalah seni fotografi karya Eikoh Hosoe dengan “Kamaitachi”-nya dan Instalasi fotografi karya Hiroko Inoue yang berjudul “Absence”. Eikoh Hosoe dalam esai foto berjudul “Kamaitachi” adalah hasil kolaborasi dirinya dengan seniman penari Butoh (Tari tradisi Jepang) yaitu Tatsumi Hijikata. Karya seni fotografi Eikoh Hosoe diambil di kota Akita, tempat kelahiran Hijikata, pada tahun 1965-68. Eikoh Hosoe layaknya seorang antropolog dalam pengambilan fotonya. Dia bergaul dengan masyarakat petani di Akita. Eikoh Hosoe menyajikan keunikan penari Butoh dalam melakukan aksi performanya dengan ilustrasi lingkungan di mana Hijikata hidup di tengah kampungnya. Esai foto itu merupakan tragikomis Hijikata dengan pembalikan hubungannya sebagai seniman Butoh dan kampungnya yang menurut kacamata Eikoh Hosoe agak sulit dipertemukan.

Kehidupan seniman Butoh di luar panggung agak jarang terekspos dalam media seni, maka Eikoh Hosoe dalam seni fotografinya berupaya menampilkan sisi hubungan alam sekitar dengan Tatsumi Hijikata.

Hiroko Inoue mengetengahkan sebuah koleksi foto tentang dunia di luar yang dilihat dari balik jendela, di dalam institusi (rumah sakit) mental subjeknya. Semua foto itu dibidiknya dengan jendela besi sebagai frame-nya. Dia, dengan intens, mengumpulkan foto-foto dunia di luar jendela itu dengan mengelilingi setiap jendela kamar sambil berbincang dengan staf rumah sakit itu juga kepada pasien-pasien yang dia kunjungi. Tujuan dari pengambilan foto itu dijelaskan kepada pasiennya, bahwa dia hendak mengomposisikan kembali adegan-adegan kehidupan dari jendela itu melalui cara pandangnya sebagai pasein. Oleh sebab itu Hiroko menggunakan bahan kain dalam teknik cetak fotonya.

Karyanya, menurut Yuri Mitsuda (kurator The Shoto Museum of Art), adalah membangun sebuah dialog dengan gambaran dunia yang-di-luar dan membangun konstruksi pemaknaan tubuh pada memori seniman serta entitas fisik alam. Seolah-olah bahwa kamera yang membidik gambaran visual dunia di luar itu adalah tubuh, juga yang-di-luar itu adalah tubuh/objek. Hiroko Inoue menghidupkan objek-objek tersebut sekaligus memperlakukannya sebagai tubuh yang hidup dan bicara – secara fotografis.
Salah satunya adalah rasa ingin tahu dari Tulus (21 tahun) mahasiswa Jurusan Arsitektur - UNPAR, Bandung, “Luar biasa. Padahal penyajiannya sederhana. Rupanya, sebuah foto yang indah itu tidak harus fokus, yang blur malah jadi indah dalam pameran ini,” katanya masih penasaran.

“Misalnya pada karya Tomoaki Ishihara yang berjudul “UNTITLED (#195)” yang dibuat pada tahun 1998, dilihat seperti ada ruang yang bermakna lain dengan objek kepala yang blur,” papar Tulus kemudian. Karena para fotografer dari Jepang itu tidak satu pun yang hadir di Bandung untuk berdialog dengan para pengunjung pameran seni fotografi tersebut. Tulus pun penasaran untuk berdialog dengan Tomoaki seputar teknik dan maksud dari konsep foto tersebut.

Melalui pameran ini para fotografer kontemporer Jepang melalui karyanya mengenalkan kepada publik fotografi dan masyarakat umum, yaitu sebuah inovasi dalam seni fotografi dengan sebuah pendekatan terhadap realitas dunia dan alam di sekitar manusia. Karya-karya yang disajikan bukan sebagai bukti dokumentri terhadap realitas khusus apapun. Mereka justru mengangkat kembali aspek realitas yang telah menjadi tidak nampak lagi, tidak bernama, atau bahkan “ruh”-nya. Karya itu menegaskan sebuah upaya menyajikan realitas baru dan cara alternatif dalam melihat dunia.

Yuri Mitsuda, mengatakan dalam pengantar pamerannya bahwa, “Di sebuah jaman di mana masyarakat saling berhubungan antara tuntutan yang berseteru dari globalisasi dan pluralisme. Pendekatan inovatif ini diharap akan menyingkirkan sebuah alur antara yang melihat dan semua kesempatan untuk sebuah temuan baru.”

Fenomena ini jelas berbeda dengan para pecinta seni fotografi di Indonesia. Fotografer asing cenderung membuat abstrak hasil seni fotografinya melalui sebuah pameran publik yang serupa dengan pameran lukisan abstrak, sedangkan para fotografer di Indonesia seringkali menyajikan hasil fotografinya dengan pengolahan kreatif yang sangat sederhana. Bahwa hasil jepretan para fotografer di Indonesia sebatas memanfaatkan momen fotografis dari objek yang dibidiknya dengan teknologi kamera yang dimilikinya. Bahwa keindahan karya fotografi terletak pada keindahan warna dengan focusing objek foto yang maksimal.

Hal itu diamati oleh Silvia, 22 tahun, mahasiswi Jurusan Arsitektur-UNPAR, Bandung, “Pameran fotografi di Indonesia banyak seringkali berorientasi pada dokumentri peristiwa atau momen sejarah dan aktivitas masyarakat. Hasilnya dipamerkan begitu saja, tanpa pengolahan image yang maksimal,” katanya. Dia juga mengatakan bahwa “Karya fotografi dari Jepang itu punya karakter corak ragam yang sama. Sesuatu yang berhubungan dengan alam itulah yang dianggap menarik. Ya, itu karena karakter orang Jepang yang dekat dengan alam. Mereka memamerkan seni fotografinya dengan pengolahan terhadap hasil jepretannya,” papar Silvia usai mengunjungi pameran tersebut di Galeri Selasar Sunaryo Art Space, Jum’at (25/1) kemarin.

Seni fotografi pada akhirnya dibincangkan di ruang seni visual. Seperti halnya seni rupa kontemporer dewasa ini. Bahwa sebuah gambar foto dapat diolah sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah lukisan yang bernilai dengan sajian rasa yang beragam tentunya. Persoalan teknik membidik objek memang tidak dibicarakan dalam pameran Counter-Photography, Japan’s Artist Today karena yang disajikan kepada kita adalah bagaimana melukis dengan teknologi alat rekam (kamera) pada ukuran kepekaan lensa terhadap cahaya yang mampu di-capture-nya. Jauh dari itu, hasil jepretan sebuah kamera foto dapat diolah menjadi lukisan abstrak maupun realis sesuai dengan kreativitas dan cara pandang fotografernya.

[sumber : http://argusbandung.blogspot.com, setelah mendapatkan ijin penulis]

Friday, May 30, 2008

TIPS MEMILIH KAMERA DIGITAL

Berikut beberapa tips sebelum berburu kamera digital:

1. Resolusi
Gambar digital dibuat oleh titik-titik yang disebut piksel. Resolusi ini merujuk pada banyaknya piksel yang bekerja sama membuat suatu foto. Biasanya ditunjukkan oleh horisontal x vertikal. Resolusi 1280 x 960 memiliki total 1,2 Megapiksel. Semakin besar resolusi akan memproduksi foto yang juga lebih baik.

Sesuaikan resolusi yang ditawarkan dengan pilihan Anda. Biasanya dalam satu kamera tersedia pilihan resolusi yang berbeda. Jika hanya ingin mengirim foto melalui e-mail, resolusi 640 x 480 sudah memadai. Tapi jika ingin mencetak sebaiknya pilih resolusi yang lebih besar, agar gambar tidak pecah dan buram.

2. Pastikan Fitur Pendukung Lainnya
Sebelum membeli, pastikan kamera digital pilihan Anda memiliki beberapa fitur pendukung seperti kemampuan memori tambahan. Ini untuk memperbesar gudang penyimpanan foto Anda.

Jika sesekali menginginkan gambar bergerak, pilih kamera yang mendukung video. Beberapa kamera digital datang dengan kemampuan audio saja. Sesuaikan dengan kebutuhan anda. Video atau audio?

Selain itu perhatikan kemampuan zoom yang ditawarkan. Optical zoom menjadi pusat perhatian ketimbang digital zoom, si perangkat lunak yang menyediakan fasilitas cropping dan memperbesar gambar.

3. Lampu Kilat (Flash)
Rata-rata produk kamera digital dilengkapi dengan lampu kilat yang terintegrasi. Ada yang otomatis, atau perlu menekan tombol on untuk menjalankannya. Flash berguna sebagai pendukung cahaya. Gambar yang diambil dalam kondisi agak gelap dapat tetap tampil maksimal dengan bantuan lampu menyilaukan ini. Perhatikan juga apakah si ramping memiliki fitur tambahan seperti pengurang efek mata merah. Beberapa produk juga datang dengan pilihan foto untuk pengambilan gambar di malam hari atau night scene.

4. Layar LCD
Layar LCD di bagian belakang kamera digital memudahkan Anda melihat obyek. Disini anda juga bisa melihat dan menghapus gambar yang tidak diinginkan. Pilih layar LCD dengan kandungan resolusi yang cukup besar sehingga warna yang tampil lebih natural. Ukuran layar juga berbeda-beda. Pastikan layar tidak terlalu kecil, sehingga gambar bisa tampil maksimal.

5. Self-Timer
Self timer biasanya bisa mencapai 10 detik. Selain memudahkan memotret gambar diri, fitur ini juga berguna untuk mengambil gambar dalam keadaan cahaya yang kurang karena bisa mengurangi guncangan akibat tekanan pada tombol pengambilan gambar.

6. Daya Tahan Baterai
Kalau tak ingin kesenangan terputus gara-gara baterei loyo, Anda perlu memperhatikan berapa lama sumber listrik ini bisa bertahan. Memilih baterai yang bisa diisi ulang (rechargeable) adalah tindakan bijaksana dan lebih hemat.

7. Koneksi
Perhatikan apakah kamera digital Anda bisa berhubungan intim dengan perangkat digital lainnya seperti televisi, printer, PC atau Mac. Anda akan tertolong dengan adanya USB kabel.
Anda juga bisa mencetak gambar dengan bantuan kabel USB. Beberapa kamera digital sudah mendukung PictBridge yang membuat Anda leluasa mencetak gambar langsung dari kamera digital meski mereknya berbeda.
Adapun keenam vendor yang mempelopori standar terbuka itu adalah Canon, Hewleet-Packard, Seiko Epson Corporation, Olympus Optical Company, Fuji Photo Film Corporation, dan Sony Corporation.

8. Kalkulasi Harga
Jangan lupa untuk mengkalkulasi harga perangkat pendukung lainnya seperti baterei isi ulang dan adapter AC.

9. Waktu Operasi
Pilih kamera digital yang tidak butuh waktu terlalu banyak setelah jeda pengambilan gambar. Selisih waktu 4 hingga 6 detik saja mungkin membuat Anda kurang puas dengan kinerja si ramping.

10. Bandingkan Harga dan Garansi
Jangan hanya terpikat pada satu toko saja. Kalau ada waktu luang tidak ada salahnya Anda melakukan riset kecil-kecilan sebelum membeli.
Margin keuntungan yang berbeda menjadi sumber mengapa harga yang Anda temui di toko yang satu tidak sama dengan yang lain. Perhatikan juga garansi.

Akhirnya jangan hanya terpikat pada bentuk tubuh yang menggoda, tapi perhatikan isi atau fitur yang ada di dalam suatu produk.
Selamat menikmati langsing bodinya tapi padat fiturnya.

Khansa AL Asma

Pendidikan Desain Komunikasi Visual (DKV)
Category:Other
Pendidikan Desain Komunikasi Visual (DKV) berbasis
Konsep desain komunikasi visual itu penting !

1. Berperan serta mempersiapkan sumber daya manusia khususnya para programmers, networkers dan 'visual
communication designers di abad teknologi informasi dan citra, secara efisien dan dapat meningkatkan
produktivitas usaha/ lembaga/ pemerintah dan industri

2. Menerapkan teknologi informasi dan sistem informasi manajemen sebagai hal penting disegala bidang agar meningkatkan kualitas masyarakat informasi dalam era pasar terbuka (globalisasi).

3. Mengimbangi kecepatan perkembangan teknologi informasi dan kebutuhan sis. informasi manajemen,
serta dapat memenuhi tantangan program-program pemerintah Indonesia dan industri pada saat ini maupun di masa depan.

Pendidikan desain komunikasi visual itu perlu !

1. Mengenal Konsep Desain Komunikasi Visual sebagai Dasar Perancangan/ Desain dan Strategi Komunikasi

2. Mengenal Desain Grafis (DKV) dan Bahasa Rupa sebagai Pengolah Visual Data Informasi

3. Mengenal secara teknis prinsip, proses teknologi informatika dan sistem informasi manajemen.

4. Memahami Elemen desain Grafis sebagai alat penyampai pesan yang efektif, efisien, komunikatif dan estetis kreatif dalam konteks konsep-policy/
planning/ strategy dan implementasi serta evaluasi.

5. Memahami strategi komunikasi, psikologi dan sosial/ anthropologi budaya

6. Memahami beberapa media baru, terutama dunia media/ ruang cyber serta tekniknya yaitu :
a. Animasi - Audio Visual (Mix Media)
b. Interaktif media dan Web/
homepage yang biasa
dipergunakan untuk melengkapi
E-Media dan Mixmedia/Multimedia.

7. Menguasai konsep perancangan/ desain komunikasi visual dan pemasaran global secara universal

8. Menguasai proses dan teknik perancangan/ desain yang dapat mengantisipasi perkembangan dunia
kewirausahaan/ entrepreneurship.
(indarsjah tirtawidjaja)
Prev: Definisi, prinsip dan istilah Desain Komunikasi Visual
Next: Stop Beri Uang (Anjal)

Animal Kingdom

  • Tanggal: 19 Feb 2008 - 10 Mar 2008
  • Kurator: Mikke Susanto

Pameran Seni Visual
ANIMAL KINGDOM: The Last Chronic
JOGJA GALLERY, 16 Februari - 9 Maret 2008

Kira-kira antara tahun 3500 – 232 SM., tepatnya di zaman Kerajaan Mesir Kuno, keberadaan binatang dalam aktivitas kebudayaan mereka sangat penting. Binatang tidak saja dianggap teman hidup manusia, tetapi lebih dari sekadar itu. Binatang dijadikan rekan kerja, sekaligus--ini yang lebih penting--adalah untuk direpresentasikan sebagai wujud keagungan raja dan dewa-dewa yang mereka sembah. Mereka percaya pada polyteisme (banyak dewa). Di lain pihak raja dianggap sebagai keturunan dewa. Dengan demikian raja sebagai keturunan dewa mempunyai kekuasaan absolut dan memerlukan atribut-atribut untuk melegitimasi kekuasaan: pusaka, kesaktian, bangunan-bangunan monumental, kuburan-kuburan megah dan sebagainya.
Lewat artefak yang terkait dengan legitimasi kekuasaan tersebut, terungkaplah berbagai penghormatan mereka pada binatang. Dewa-dewa yang dihormatinya diwujudkan dengan bangun arsitektur yang megah, salah satu yang paling mencolok misalnya Spinx: Singa berkepala manusia. Jika ingin disebut lebih banyak lagi misalnya Dewa Matahari (Ra atau Re) yang divisualkan sebagai kumbang atau burung elang, dewa Anubis dengan muka serigala, Dewa Sobek yang berkepala buaya, Dewa Horus yang berkepala Rajawali dan sebagainya.
***
Secara singkat dalam tradisi seni rupa Cina, binantang seperti kuda, angsa, ikan, udang sering menjadi objek lukisan. Mereka dihadirkan sebagai bagian dari gambaran penghormatan atau puisi alam. Sesekali juga hadir sebagai bagian dalam urusan keberuntungan hidup. Sedang dalam sejarah seni di Eropa, keberadaan dan ’hidup’ binatang jauh lebih variatif. Peran mereka mulai sebagai aktor pendukung atau tampil sebagai objek utama. Mereka sering ditampilkan berotot, gagah, tampil maskulin dan sebagainya. Mereka sering berperan sebagai binatang itu sendiri maupun sebagai metafora dewa atau ”seseorang” yang lain. Lihat lukisan-lukisan yang menggambarkan mitologi Yunani, atau karya Leonardo da Vinci yang menggambarkan angsa sebagai perwujudan Dewa Zeus dalam karya Leda and The Swan.
Setelahnya, deretan cerita binatang dalam sejarah seni Eropa semakin panjang. Aliran Art Nouveau juga melahirkan tradisi animal style (sebutan ini juga sering dipakai dalam seni Jerman yang terjadi di akhir Abad Kegelapan atau Dark Ages). Di era Art Nouveau sekitar 1890-an mereka membuat stilisasi dan pola hias binatang dan tumbuhan (hal semacam ini juga terjadi di belahan lain seperti yang terjadi di Jawa).
Di dalam seni rupa modern Indonesia, Raden Saleh sering memunculkan peran binatang dengan sangat kuat. Tidak saja sebagai pendukung, namun juga menjadi identitas dalam menggambarkan nasionalismenya. Baru di tangan Affandi, Widayat, Popo Iskandar, dan beberapa lainnya, tercipta gagasan yang sifatnya lebih individual. Dalam tradisi seni rupa Bali, tercipta pola visual yang bersumber dari cerita tantri. Di sini muncul sederet nama seniman tradisi Bali yang sangat kuat menggambarkan binatang sebagai bagian dari kehidupan manusia.
Maka ketika zaman seni rupa kontemporer (seni saat ini) berkembang, terungkaplah gejala baru. Binatang dialihfungsikan sebagai manusia, yang jauh melebihi dari sekadar cerita sebagai metafora dewa, tetapi juga menjadi manusia, dari yang baik hingga yang jalang. Di era 80-an hingga saat ini, di Indonesia misalnya berkembang visualisasi binatang tikus (sebagai simbolisasi koruptor), bebek (rakyat yang manut), lalat (pemuncul aroma busuk), babi dan celeng (penilap harta rakyat), yang sangat mendominasi karya seni pra & pasca reformasi.
Di samping kecenderungan di atas, terjadi pula eksplorasi binatang sebagai bagian dari proses identifikasi individu. Dalam perkembangan ini, ekplorasi gaya realis, abstraksi, dan formal tetap muncul. Keberadaan binatang di tangan para perupa di sini berkisar antara fungsi formal yang menunjuk sebagai bagian dari ekplorasi teknik dan berada pada tataran hobi pada binatang. Nama-nama seperti Dewa Putu Mokoh dengan ular dan kataknya, Ugo Untoro yang kerap merespon kuda peliharaannya, Wayan Sadu yang senang dengan babi dan anjingnya, Wayan Sujana Suklu dengan capung, Setyo Priyo Nugroho dengan harimaunya dan sebagainya sering mewarnai seni rupa Indonesia.
***
Cerita-cerita di atas hanyalah sebagian dari perkembangan sejarah binatang dalam peradaban manusia. Intinya, perkembangan pemikiran seni yang bertitik tolak dengan tema binatang berkisar pada persoalan ”penghormatan”, ”cacian”, dan ”penggalian atau eksplorasi individu”. Realitas lain yang tak bisa dihindari adalah bahwa binatang kini secara alami tergusur oleh kebijakan dan ulah manusia sehingga ia mengalami keterdesakan ruang, tetapi dalam lukisan atau karya seni, nyatanya binatang justru sebagai bagian yang mempengaruhi hidup manusia dan memperluas ruang wacana seni kita.
Maka jika saya sering berpikir bahwa terdapat cerita dan sejarah binatang yang lebih luas perspektifnya, berikut hanyalah ujung kecil dari berbagai selubung cerita besar yang ada di setiap sejarah seni rupa dimanapun. Dari sini kemudian kami mencoba mengungkap ilustrasi berupa pameran yang mungkin akan membuka wacana lebih lanjut. Adakah temuan dan hasil karya seniman kontemporer Indonesia saat ini yang lebih kuat mengemuka setelah pameran ini digelar? Jika tidak, kisah dan kronik terakhir berupa binatang sebagai media ”cacian” dan ”eksplorasi individu” inilah yang akan dipakai secara khusus sebagai bentuk tuturan dalam kurasi pameran ini. +++

Mikke Susanto
Kurator

Seniman yang turut dalam pameran Animal Kingdom:


1. AB. Dwiantoro
2. Agapetus Kristiandana
3. Agus Suwage
4. Alexander Ming
5. Asri Nugroho
6. Bunga Jeruk P.
7. Chusin Setiadikara
8. Doel AB.
9. Dadi Setiyadi
10. Didik Nurhadi
11. Djoko Pekik
12. Erika Hesti Wahyuni
13. F. Widayanto
14. Farhan Siki
15. Husain
16. I Dewa Putu Mokoh
17. I Ketut Susena
18. I Wayan Asta
19. I Wayan Cahya
20. I Wayan Sadu
21. I Wayan Sugantika
22. I Wayan Sujana Suklu
23. I Wayan Sumantra
24. I Ketut Santosa
25. Ivan Sagito
26. Iwan Effendi
27. Probo
28. Ronald Manulang
29. S. Teddy D.
30. Sasya Tranggono
31. Setyo Priyo Nugroho
32. Sidik Martowidjojo
33. Suraji
34. Suitbertus Sarwoko
35. Syahrizal Koto
36. Timbul Raharjo
37. Ugo Untoro
38. Wahyu Santosa
39. Yoga Budhi Wantoro

Agenda Jogja Gallery


GOLDEN BOX

  • Tanggal: -
  • Kurator: Mikke Susanto

GoldenBox

Tidak diragukan bagaimana lingkungan, pendidikan, hubungan sosial dan daya kreatifitas di kota Yogyakarta ini melahirkan banyak karya-karya berkualitas yang lahir dari tangan-tangan emas para perupa kita. Tingginya kompetisi, kebutuhan untuk mempresentasikan gagasan dan untuk tetap eksis di tengah hiruk pikuknya perkembangan dunia seni rupa kita, mendorong Jogja Gallery untuk menggiatkan sebuah program konsinyasi/titip jual karya seni visual. Program yang bertajuk GoldenBox. Meski, sejak Jogja Gallery berdiri, program konsinyasi ini sudah kami tawarkan, namun Jogja Gallery ingin mengedepankan potensi program ini lebih serius. Sehingga gagasan program GoldenBox ini merupakan sebuah diversifikasi promosi karya-karya berkualitas dari banyak perupa potensial di Indonesia.

Karya-karya yang tersaji dalam program GoldenBox ini tetap melalui tahap seleksi dari kurator dan manajemen Jogja Gallery, dan akan berotasi setiap 4 bulan sekali. Sekitar 80 hingga 100 karya dalam GoldenBox ini merupakan karya yang pernah dipamerkan mau pun yang belum, bahkan besar kemungkinan akan dipamerkan di Jogja Gallery. Maka, para peminat karya seni visual akan dimanjakan dengan banyak pilihan dari berbagai aliran seni, berbagai teknik dan media, dari para perupa dengan kategori, promising, emerging hingga establish artists.

Dari GoldenBox periode pertama ini, sekaligus kami ingin mengundang para perupa untuk terus berkarya dengan mengedepankan kualitas dan ide-ide kreatifnya yang brilian. Untuk saling mengoptimalkan kerja sama antara galeri dengan perupa melalui program ini. Demikian pula, kami mengundang para peminat karya seni visual untuk terus mendukung infrastruktur dan perkembangan seni visual Indonesia lewat apresiasinya.


Salam,
Nunuk Ambarwati
Program Manager

Pameran seni drawing 'Sketch of Jogja'

Dipublikasikan tanggal November 20, 2007 2:13 PM

sketch-of-jogja.jpg

Karya Mulyo Gunarso
16 November - 16 Desember 2007
Museum Lounge, Yogyakarta Grand Mercure Hotel
Jalan Jendral Sudirman No 9, Yogyakarta 55233
Penyelenggara: Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara
Yogyakarta

Bertempat di Museum Lounge, Yogyakarta Grand Mercure Hotel; Jogja Gallery [JG] mempresentasikan karya-karya sketsa goresan perupa muda Mulyo Gunarso [lahir di Kediri, 1979]. Mulyo menempuh studinya di Fakultas Seni Rupa [FSR], Institut Seni Indonesia [ISI], Yogyakarta dalam kurun waktu 2001 - 2006. Mulyo Gunarso dikenal sebagai pribadi yang sederhana. Kesederhanaan personality-nya tersebut toh pada akhirnya tergambar pula di 20 karya sketsa yang bisa dinikmati bersama arsitektur khas Yogyakarta Grand Mercure Hotel kali ini. Pada kesempatan presentasi kali ini, Mulyo banyak menampilkan dominasi warna sephia monokrom. Dengan teknik cat air di atas kertas, Mulyo mampu menggambarkan suasana familiar sudut-sudut kota di Yogyakarta, seperti Alun-alun Selatan, Tamansari, suasana pasar, sudut-sudut arsitektur Yogyakarta Grand Mercure sendiri hingga Candi Prambanan dan Borobudur tak ketinggalan turut ditorehkannya. Tak mengherankan memang, dalam deretan prestasinya, Mulyo Gunarso mendapat penghargaan di tahun 2002 sebagai sketsa terbaik dan seni lukis cat air terbaik dari perguruan tinggi yang diampunya. Selamat menikmati presentasi kali ini.

Tentang Jogja Gallery

Jogja Gallery [JG], sebagai 'Gerbang Budaya Bangsa' berdiri di Yogyakarta, 19 September 2006. Diresmikan penggunaannya oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta [DIY], Sri Sultan Hamengku Buwono X. Bertempat di 0 (nol) kilometer atau Alun-alun Utara, berada di kawasan heritage, pusat kota Yogyakarta, menempati bekas gedung bioskop Soboharsono (berdiri 1929) yang telah berfungsi sejak jaman penjajahan Belanda. Jogja Gallery sebagai galeri seni visual yang didirikan oleh PT Jogja Tamtama Budaya, bekerja sama dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (selaku pemilik tanah dan bangunan) membawa peran penting yaitu sebagai media pertemuan antara pekerja seni dengan masyarakat luas. Program pelayanan publik yang telah dirancang antara lain pameran berkala, kerja sama non pameran, friends of Jogja Gallery, perpustakaan, art award forum, lelang karya seni, art shop, kafe dan restoran.

Informasi selanjutnya:
Jogja Gallery [JG]
Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara, Yogyakarta 55000 Indonesia
Telepon +62 274 419999, 412021
Telepon/Fax +62 274 412023
Telepon/SMS +62 274 7161188, +62 888 696 7227
Email: jogjagallery@yahoo.co.id / info@jogja-gallery.com
www.jogja-gallery.com

69 - Seksi Nian


69 - Seksi Nian

  • Tanggal: 08 Apr 2008 - 12 Apr 2008
  • Kurator: Mikke Susanto

Pameran yang ke-25 sejak Jogja Gallery berdiri 19 September 2006 di Yogyakarta, pameran seni visual 69 Seksi Nian, tanggal 8 - 12 April 2008. Even istimewa kali ini sekaligus merupakan peringatan dan perayaan ulang tahun ke 69 dr. Oei Hong Djien. Sebuah angka unik, seunik sosok dr. Oei. Sosok yang tak diragukan lagi kiprahnya dalam dunia seni rupa kita. Demikian juga bagi Jogja Gallery, beliau merupakan figur yang hingga kini menemani perjalanan kami dengan segudang nasehat dan masukan demi berkembangnya Jogja Gallery.

Even ini menandai penyelenggaraan pameran yang ke-25 sejak Jogja Gallery berdiri 19 September 2006 di Yogyakarta. Pameran yang diselenggarakan secara reguler oleh Jogja Gallery kali ini bersifat pameran kelompok dan akan mengetengahkan karya-karya perupa Indonesia, kami mengundang 69 perupa dimana pihak kurator mau pun galeri tidak memberikan batasan mengenai ide karya, tema apapun dan akan lebih menarik jika karya tersebut dapat memberi rangsangan untuk tetap terus menggulirkan ide-ide yang segar dalam kajian seni rupa atau dan memiliki kaitan dengan konteks profil dr. Oei Hong Djien. Undangan ini juga bersifat semata-mata berpartisipasi merayakan ulang tahun ke-69 dr. Oei Hong Djien, dimana angka 69 memiliki arti tersendiri dalam perjalanan hidup dan karier dr. Oei di tengah perkembangan seni visual Indonesia hingga saat ini. Ke-69 karya dari 69 perupa yang diundang ini akan didisplay bersamaan dalam satu panel.

Seniman yang berpartisipasi:

Agapetus A. Kristiandana, Agung Kurniawan, Agus Triyanto BR., Agus Yulianto, Altje Ully, Aming Prayitno, Arie Dyanto, Alexander Ming, Azhar Horo, AT. Sitompul, Bambang ‘Toko’ Witjaksono, Bambang Herras, Bayu Yuliansyah, Bob ‘Sick’ Yudhita Agung, Bunga Jeruk, Cahyo Basuki Yopi, David Armi Putra, Deddy PAW, Denny ‘Snod’ Susanto, Didik Nurhadi, Dipo Andi, Dyan Anggraini Hutomo, Eddie Hara, Eddy Sulistyo, Edi Sunaryo, Edo Pop, Eko Nugroho, Entang Wiharso, Fauzie As’ad, Gede Krishna Widiathama, Gusmen Heriadi, Hadi Soesanto, Hayatuddin, Herly Gaya, I Gusti Ngurah Udiantara, I

Pergelaran Foto, Film Dokumenatasi & Benda Kenangan Fatmawati Soekarno


Pergeraran Foto, Film Dokumentasi & Benda Kenangan Fatmawati Soekarno

  • Tanggal: 14 Apr 2008 - 21 Apr 2008
  • Kurator: Bambang Eryudhawan & Mikke Susanto

Pesona Fatmawati Sukarno


Kota Perjuangan
Yogyakarta adalah kota perjuangan. Ketika pada awal tahun 1946 keamanan di Jakarta semakin tidak menentu, bahkan mengancam keselamatan para pemimpin Republik Indonesia, maka ibukota pindah ke bumi Mataram. Selama periode 1946-1949 Yogyakarta menjadi saksi hidup gelombang pasang-surut perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan Bung Karno dan Bung Hatta. Peran Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengakomodasi Pemerintahan Pusat RI agar dapat bertahan hidup selama revolusi kemerdekaan merupakan catatan sejarah tersendiri. Yogyakarta telah menjadi pusat pikiran, perasaan, dan tindak perjuangan bangsa Indonesia.
Dalam periode inilah Fatmawati yang baru berusia 23 tahun menghadapi tantangan terbesar dalam hidupnya, baik sebagai Ibu Negara, sebagai ibu rumah tangga kepresidenan, sebagai ibu bagi anak-anaknya, maupun sebagai tokoh perempuan bagi negeri yang baru saja merdeka. Ia tidak pernah merasa memiliki persiapan yang memadai untuk tampil sebagai pelaku sejarah. Namun masa-masa itu dijalaninya dengan tabah dan tawakal. Peran historisnya sebagai pembuat Bendera Pusaka Merah Putih tidak membuatnya terlena, namun justru menguatkan tekadnya untuk terus berjuang membangun bangsanya.
Karena itu Yogyakarta di tahun 2008 menjadi tempat istimewa dalam rangkaian kegiatan Mengenang 85 Tahun Fatmawati Sukarno. Kegiatan pertama telah dilangsungkan di Jakarta pada bulan Februari dan Maret yang lalu. Kemudian kegiatan dilaksanakan di Bengkulu, tempat ia dilahirkan pada tanggal 5 Februari 1923. Pada bulan Maret yang lalu di Yogyakarta telah dilaksanakan pula kegiatan sosial.
Yogyakarta menjadi lebih istimewa karena untuk kali pertama Presiden RI beserta keluarga menempati sebuah istana, yaitu di Gedung Agung. Di sinilah seorang Fatmawati harus melalui batu ujian, memainkan lakon sejarahnya, menapaki jalan yang belum pernah dilalui oleh siapapun juga, yaitu sebagai Ibu Negara Pertama Republik Indonesia. Tanpa buku pedoman, tanpa kursus, atau pelatihan, Fatmawati dengan berani, tegar, sekaligus anggun dan bersahaja mampu memainkan perannya dengan sebaik-baiknya. Kesederhanaan menjadi modal utamanya. Di tengah-tengah tugas kenegaraannya, ia tidak melupakan keluarganya, setia mendampingi suami dan mencurahkan kecintaan yang luar biasa pada putera-puterinya. Ia dikenal sangat terbuka, ramah, luwes, periang, dan pandai bergaul dengan siapa saja, tidak pandang warna aliran politiknya atau kelas dalam masyarakat. Ia sahabat semua orang. Latar belakangnya sebagai puteri dari keluarga Muhammadyah yang berpikiran maju dan berjiwa nasionalis telah membentuk karakter Fatmawati yang sholeh, teguh dalam pendirian, gemar membantu orang yang kesusahan, dan terus bersemangat untuk mempelajari banyak hal, termasuk agama, seni dan budaya.
Pergelaran
Pergelaran Foto, Film Dokumenter dan Benda Kenangan Fatmawati Sukarno akan mengetengahkan sosok Fatmawati dari berbagai masa, peristiwa dan tempat yang sangat beragam. Pergelaran Foto berupaya mengungkapkan potret Fatmawati dalam kesehariannya, rileks dan santai, namun juga berwibawa dalam kerutinannya sebagai Ibu Negara yang memiliki tanggung jawab kenegaraan. Rangkaian foto yang dimulai dari masa Bengkulu hingga periode Sriwijaya akan menjadi bagian utama dari pergelaran. Pesona Fatmawati akan diungkapkan melalui foto-foto terpilih yang berhasil dikumpulkan dan diseleksi oleh Yayasan Bung Karno dan Yayasan Fatmawati. Sumber foto digali dari koleksi yayasan, koleksi keluarga, dari berbagai media cetak tempo dulu, dan sumber-sumber lainnya. Foto-foto akan disusun secara kronologis dengan porsi terbesar difokuskan pada Periode Yogyakarta.
Pada bagian awal, Periode Bengkulu menampilkan masa muda Fatmawati yang pernah diramal saat usia 4 tahun akan “...mendapat jodoh orang yang mempunyai kedudukan tertinggi di negeri ini.” Lalu masuk ke Periode Pendudukan Jepang. Setelah menikah dengan Bung Karno, Fatmawati harus meninggalkan tanah kelahirannya dan pindah ke Jakarta. Fatmawati menjadi saksi hidup pergumulan Bung Karno yang mengambil strategi bekerja sama dengan Jepang namun terus memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dalam periode ini Pancasila dipidatokan oleh penggalinya, Bung Karno, pada tanggal 1 Juni 1945. Di tahun 1944 Fatmawati mulai menjahit Bendera Pusaka Merah Putih. Akhir dari periode ini adalah peristiwa akbar bagi bangsa Indonesia, yaitu Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Fatmawati tampil di 4 (empat) foto yang berhasil direkam oleh Frans Mendur selama detik-detik proklamasi berlangsung.
Periode Yogyakarta sangat kaya dengan peristiwa. Di tengah-tengah gejolak revolusi kemerdekaan, dengan ketekunan dan kesabarannya Fatmawati berhasil membangun tradisi rumah tangga istana kepresidenan mulai dari nol. Di sisi lain, kekuatan dan ketangguhan Bung Karno menghadapi berbagai masalah kenegaraan (misalnya Peristiwa 3 Juli, Clash I dan II, Pemberontakan PKI Madiun) tidak lepas dari peran Fatmawati sebagai pendamping yang mampu menghadirkan suasana hangat, ceria dan bahagia di tengah keluarga.
Periode Istana Merdeka adalah masa ketika pusat pemerintahan telah kembali ke Jakarta. Di tahun 1950 untuk kali pertama Fatmawati mendapat kesempatan mendampingi Bung Karno dalam perjalanan kenegaraan keluar negeri. Kunjungan ke India, Pakistan dan Burma merupakan pengalaman pertama yang sangat mengesankan bagi Ibu Negara.
Pada Periode Sriwijaya, roda kehidupan terus berjalan dalam format yang agak berbeda. Jauh dari ikatan protokoler istana, dari rumahnya di jalan Sriwijaya ia mengisi waktunya dengan kegiatan sosial tanpa melupakan perannya sebagai ibu dari lima putera-puterinya yang telah beranjak dewasa. Pada tanggal 14 Mei 1980 Fatmawati meninggal dunia di Kuala Lumpur, jauh dari tanah air tercinta, usai menunaikan ibadah Umrah.
Film Dokumenter akan menampilkan 2 buah film utama. Film pertama, “Bu Fat Dalam Kenangan” yang telah ditayangkan untuk kali pertama di Malam Silaturahmi tanggal 2 Maret yang lalu di Jakarta. Film kedua, “Tjinta Fatma”, sebuah film dokudrama yang berupaya merekonstruksi kehidupan Fatmawati muda di Bengkulu, masa percintaannya dengan Bung Karno, pernikahannya dan ditutup dengan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan.
Benda Kenangan merupakan pameran barang-barang pribadi Fatmawati dan Bung Karno. Dari sudut yang berbeda artefak-artefak tersebut ingin memperlihatkan kepada khalayak ramai tentang karakter Fatmawati dan Bung Karno sebagai manusia Indonesia yang mendapat karunia Tuhan mengambil peran penting dalam perjalanan sejarah Indonesia. Kecintaan Fatmawati pada kekayaan khasanah budaya Nusantara dapat disaksikan melalui sebagian dari koleksi pakaiannya yang sangat kental ciri keindonesiaannya.
Pameran Penunjang bersifat melengkapi ketiga materi pergelaran di atas. Buku-buku tentang Bung Karno, batik Guruh Sukarno Putra dan cenderamata dari Yayasan Bung Karno dapat dimiliki oleh masyarakat luas, sebagai kenang-kenangan
Pergelaran Foto, Film Dokumenter dan Benda Kenangan Fatmawati Sukarno juga diselenggarakan dalam konteks merayakan Hari Kartini, 21 April 2008. Cita-cita Kartini telah dilanjutkan oleh Fatmawati. Semangat emansipasi dan jiwa sosial Kartini telah menjadi batu penjuru sepak terjang Fatmawati memperjuangkan hak-hak perempuan untuk ikut membangun negeri tercinta Indonesia. Tidak berlebihan pula jika pergelaran ini juga dapat dibaca dalam konteks perayaan 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Semangat kebangsaan kita saat ini sedang mengalami cobaan dan gangguan. Pada tanggal 20 Mei 1948 untuk kali pertama dirayakan peringatan Kebangkitan Nasional atas inisiatif Bung Karno (dahulu disebut Kebangunan Nasional, dan kegiatan perayaan diketuai oleh Ki Hadjar Dewantara). Fatmawati juga menjadi saksi peristiwa bersejarah itu di Istana Kepresidenan di Yogyakarta. Melalui perjalanan hidupnya, Fatmawati ikut membangun nilai-nilai kebangsaan bagi kemajuan Indonesia.
Penutup
Fatmawati telah dimuliakan sebagai Pahlawan Nasional. Ia mendapat predikat Ibu Agung di tahun 60-an. Namanya melekat di Rumah Sakit Fatmawati di Jakarta Selatan. Bandara di kota kelahirannya menyandang namanya, Bandara Fatmawati Sukarno. Pergelaran ini tidak ingin meninggikan Fatmawati pada puncak kemegahan yang diselimuti awan emas gemerlapan. Fatmawati lebih berbahagia berada di bawah dan berkumpul dengan pelbagai lapisan masyarakat yang dicintainya, berjuang bersama-sama membangun Republik Indonesia, sebagai bangsa dan sebagai manusia biasa.
Merdeka!

Yogyakarta adalah kota perjuangan. Ketika pada awal tahun 1946 keamanan di Jakarta semakin tidak menentu, bahkan mengancam keselamatan para pemimpin Republik Indonesia, maka ibukota pindah ke bumi Mataram. Selama periode 1946-1949 Yogyakarta menjadi saksi hidup gelombang pasang-surut perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan Bung Karno dan Bung Hatta. Peran Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengakomodasi Pemerintahan Pusat RI agar dapat bertahan hidup selama revolusi kemerdekaan merupakan catatan sejarah tersendiri. Yogyakarta telah menjadi pusat pikiran, perasaan, dan tindak perjuangan bangsa Indonesia. Dalam periode inilah Fatmawati yang baru berusia 23 tahun menghadapi tantangan terbesar dalam hidupnya, baik sebagai Ibu Negara, sebagai ibu rumah tangga kepresidenan, sebagai ibu bagi anak-anaknya, maupun sebagai tokoh perempuan bagi negeri yang baru saja merdeka. Ia tidak pernah merasa memiliki persiapan yang memadai untuk tampil sebagai pelaku sejarah. Namun masa-masa itu dijalaninya dengan tabah dan tawakal. Peran historisnya sebagai pembuat Bendera Pusaka Merah Putih tidak membuatnya terlena, namun justru menguatkan tekadnya untuk terus berjuang membangun bangsanya.

Pergelaran Foto, Film Dokumenter dan Benda Kenangan Fatmawati Sukarno akan mengetengahkan sosok Fatmawati dari berbagai masa, peristiwa dan tempat yang sangat beragam. Pergelaran Foto berupaya mengungkapkan potret Fatmawati dalam kesehariannya, rileks dan santai, namun juga berwibawa dalam kerutinannya sebagai Ibu Negara yang memiliki tanggung jawab kenegaraan. Rangkaian foto yang dimulai dari masa Bengkulu hingga periode Sriwijaya akan menjadi bagian utama dari pergelaran. Pesona Fatmawati akan diungkapkan melalui foto-foto terpilih yang berhasil dikumpulkan dan diseleksi oleh Yayasan Bung Karno dan Yayasan Fatmawati. Sumber foto digali dari koleksi yayasan, koleksi keluarga, dari berbagai media cetak tempo dulu, dan sumber-sumber lainnya. Foto-foto akan disusun secara kronologis dengan porsi terbesar difokuskan pada Periode Yogyakarta.

Thursday, May 29, 2008

VISUAL ART COMPETITIONPosted by admin under Acara
Mar24
Sasaran : Mahasiswa ITS
Ajang kreasi dan inovasi dari setiap peserta dalam mengapresiasikan pesan atau ide-ide, ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspek-aspek kehidupan sosial dalam bentuk gambar dan atau tulisan, sedemikian rupa sehingga isi dari pesan tersebut mudah dimengerti dan menarik untuk dilihat. Karya yang dimunculkan merupakan refleksi kritis dan dinamis terhadap setiap permasalahan dari tinjauan ilmu yang digelutinya. Ajang kreasi Poster ini dibagi menjadi 5 kategori, yaitu :
Poster Ilmiah Non PKM
Karikatur
Fotografi
Kaligrafi
Video grafi
Ketentuan :
Peserta diharuskan mengirimkan karya hasil kreasi pribadinya sesuai dengan tema yang telah ditentukan panitia dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya, seminggu sebelum PIMITS 11 dilaksanakan kecuali kaligrafi.
Untuk kaligrafi, peserta lomba membuat karya bersamaan pada saat pelaksanaan PIMITS 11 di tempat dan waktu yang telah disediakan oleh panitia.
Tahap penilaian dan penjurian dilaksanakan oleh dewan juri.
Penjurian dibagi menjadi dua tahap,
Penilaian secara gambar, dimaksudkan untuk menilai kemampuan penyajian melalui media gambar dan dinilai dengan kriteria tertentu yaitu intelegensi, ide dan kreativitas, informatife, estetika, dan teknis.
Penilaian dari presentasi adalah penilaian dari hasil presentasi, dimana para peserta lomba poster yang telah melalui tahap seleksi awal mempresentasikan ide maupun konsep gambar disertai dengan sketsa. Mekanisme penilaian dari presentasi tersebut bertujuan untuk lebih menguji keaslian hasil karya peserta.
Pada kegiatan ini diharapkan ada pihak ketiga (badan usaha, perusahaan, industri, dll) yang bersedia untuk bekerjasama dalam memanfaatkan hasil karya dari para peserta.
Karya yang menjadi Juara dapat diambil (menjadi hak) Pihak Ketiga yang bersedia untuk bekerjasama sebagai bahan promosi dari produk dari pihak yang bersangkutan.
Visual art Competition juga menjadi ajang pemanasan sebelum ITS melaju ke PIMNAS XXI .
Pelaksanaan : Senin – Jumat, 24 – 28 Maret 2008

CP : Heri Elektro 081378100807

PERSYARATAN VISUAL ART COMPETITION :

a. Poster Ilmiah Non PKMTema : Wajah Pendidikan di Indonesia
Ukuran dan Jumlah Poster :1) Ukuran poster 50 cm x 70 cm2) Desain dibuat menarik dan
berwarna, dapat menampilkan foto dan lain-lain.3) Bahan poster dari kertas glossy/buffalo4)
Jumlah poster yang diikutkan lomba maksimal 3 (tiga) poster ilmiah non PKM dari setiap
peserta.

b. FotografiTema : Pendidikan dalam Kehidupan Manusia
Persyaratan Lomba :a. Lomba terbuka untuk mahasiswa ITS, setiap peserta dapat
menyerahkan foto berwarna maksimal 3 (tiga) lembar, dengan ukuran 10R (20 cm x 25 cm)
atau 10R Salon (25 cm x 30 cm) tanpa bingkai dan tidak boleh digulung.
b. Media yang dipakai
(Camera) boleh analog atau digital.
c. Periode foto tahun 2008d. Setiap peserta diwajibkan
menuliskan judul foto, nama, alamat lengkap dan nomor Telp./HP pada selembar kertas dan
ditempelkan di bagian belakang setiap foto juga dilampiri foto copy Kartu Tanda Mahasiswa
(KTM) ( formulir terlampir)
e. Foto dikirim dalam sampul tertutup dengan mencantumkan
Lomba Foto “Pendidikan dalam Kehidupan Manusia” pada sudut kiri atas sampul.f. Foto
dikirimkan kepada Sekretariat Lomba Foto “Pendidikan dalam Kehidupan Manusia” PIMITS
11 Tahun 2008, dengan alamat :Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa ITSKampus ITS
Gedung L-102g. Foto yang dilombakan tidak diperkenankan mengandung unsur provokatif,
pornografi dan SARA. Penyelenggara berhak untuk mendiskualifikasi foto yang dilombakan
apabila dianggap mengandung unsur-unsur dimaksud.h. Olah digital dapat diperkenankan,
sepanjang pengaturan Level, Contrast dan tidak diperkenankan untuk memanipulasi obyek
foto atau melakukan proses penggabungan/montase beberapa foto.i. Semua foto yang masuk
ke penyelenggara menjadi hak milik penyelenggara dan tidak akan dikembalikan kepada
peserta.j. Penyelenggara tidak bertanggungjawab terhadap adanya tuntutan pihak lain atas penggunaan fasilitas, lokasi, model dan obyek lainnya dalam foto yang dilombakan.k. Hadiah sudah termasuk kompensasi atas penggunaan foto-foto pemenang apabila foto-foto tersebut digunakan oleh dan untuk kepentingan penyelenggara.l. Pemenang harus dapat menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) asli dan source foto dalam media foto digital (Flashdisk/CD) sesuai hasil pemotretan asli, untuk foto analog menunjukkan negative film.m. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugatn. Sertakan foto berwarna peserta masing-masing 2 Lembar ukuran 3×4
c. KarikaturTema : Wajah Pendidikan IndonesiaKetentuan lomba :1) Lomba terbuka untuk mahasiswa ITS.2) Setiap peserta mengirimkan maksimal 1 (satu) karya karikatur mahasiswa.3) Setiap karya KARIKATUR harus mengacu pada Tema yang ditetapkan panitia “Wajah Pendidikan Indonesia”.4) KARIKATUR dari peserta merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dimuat di media, Harus dilengkapi dengan pernyataan tertulis. Panitia tidak bertanggungjawab atas adanya tuntutan pihak lain atas KARIKATUR yang dikirimkan.5) Karya KARIKATUR tidak boleh mengandung muatan SARA, panitia lomba berhak mendiskualifikasi karya KARIKATUR yang dikirim apabila dipandang mengandung unsur SARA.6) Teknik : dibuat dengan goresan tangan asli (manual) bukan hasil desain dengan komputer7) Disain : Bebas (Dibuat menarik, hitam putih atau berwarna). Bahan Dasar : Kertas Karton Manila9) Warna Bahan : Putih10) Ukuran : A3 (29,7 cm x 42 cm)11) Setiap karya KARIKATUR yang dikirimkan harus dilengkapi dengan identitas peserta12) Aspek penilaian lomba karikatur meliputi: originalitas ide, kesesuaian dengan tema, ketajaman pesan yang disampaikan, kreativitas13) Karya KARIKATUR dikirim atau diserahkan langsung ke panitia dengan sampul tertutup dan di kirim ke:Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa ITSKampus ITS Gedung L-10214) Semua karya KARIKATUR yang diikutkan lomba harus sudah diterima panitia lomba paling lambat tanggal 23 Maret 200815) Semua karya KARIKATUR yang masuk menjadi hak milik panitia dan tidak akan dikembalikan pada peserta.16) Keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat.
d. KaligrafiKetentuan lomba :Pendaftaran:
1. Pendaftaran peserta lomba sudah dibuka dan ditutup pada tanggal 23 Maret 20082. Pendaftaran dilakukan dengan mengirimkan formulir pendaftaran ke :
Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa ITSKampus ITS Gedung L-102
Peraturan Lomba:
1. Setiap peserta diminta membuat satu karya (katagori) kaligrafi dekoratif diatas media kertas Karton putih ukuran 60 cm x 100 cm.
2. Ayat Al-Qur’an yang dikaligrafikan ditentukan oleh panitia.
3. Peserta bebas memilih jenis kaligrafi (kaidah khat yang baku, seperti: naskhi, tsulusi, diwani, diwani jali, riq’ah, farisy dan khufi).
4. Panitia hanya menyediakan Kertas.
5. Peserta menyiapkan/ menyediakan sendiri segala peralatan dan cat yang diperlukan dalam lomba ini.6. Penilaian dilakukan oleh 3 dewan juri dalam aspek-aspek berikut :a. Kebenaran Tulisan.b. Kebenaran Kaedah Khat.c. Keserasian Tulisan.d. Pewarnaan (pilihan dan permainan tata warna)7. Keputusan dewan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.8. Seluruh karya lomba kaligrafi ini (pemenang atau tidak) menjadi hak milik Panitia penyelenggara PIMITS 11 2008 (Institut Teknologi sepuluh Nopember Surabaya).
CP : Fauzan 03160568389